Berawal dari Hobi, Jadi Pengusaha

Kebudayaan di Indonesia bermacam-macam, salah satunya adalah budaya bentuk-bentuk seni berupa patung. Ujang Dingdong salah satunya, ia merupakan pengusaha yang memulai usahanya dari suatu hobi seni pembuat patung. Patung yang dibuat berupa patung khas Sumedang, dan patung-patung lainnya. Pada awalnya ia mengikut usaha patung milik ayahnya. Namun setelah ia tahu bagaimana cara pembuat patung ia membuka usaha sendiri dan karena banyaknya pesanan yang datang, ia mencari anak buah dan akhirnya ia menjadi "juragang" pembuat patung di dae
rah Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
Seni pembuat patung sebenarnya sudah banyak di segala penjuru, namun apakah yang membedakan Ujang Dingdong dengan pembuat patung yang lain? Apa yang membuat Ujang Dingdong tertarik akan seni patung? Bagaimana ia dapat "mahir" membuat seni patung? Bagaimana menghadapi pesaing patung lainnya? Apa saja kendala dalam membuat patung?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mahasiswa Jurnalistik, Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Galih Setiono pada Kamis, 4 Juni 2009 di rumah kediaman Ujang Dingdong (daerah Cileunyi). Berikut cuplikan wawancaranya:

Bagaimana awalnya Anda menjadi pengusaha patung?
Dulu, saya sangat menyukai patung, segala macam patung saya sangat suka. Saya suka memerhatikan patung di manapun patung itu ada. Suatu saat saya tergugah hati untuk membuat patung ayah saya, ya walaupun kecil-kecilan kadang ada satu-dua orang yang memesan bentuk patung tertentu. Saya ikut ayah saya untuk membuat patung juga karena saat itu ayah saya kurang tenaga kerja jadi saya masuk ke dalamnya. Setelah saya mengerti bagaimana cara membuat patung dengan baik maka saya ingin membuka usaha sendiri. Mulai dari situlah saya menjadi pembuat patung. Tetapi setelah saya membuka usaha, ayah saya berhenti dan menutup usaha tersebut. Ya, karena usaha tersebut sampingan jadi tidak tentu pemasukan yang diterima.

Mengapa Anda memilih usaha seni patung untuk usaha Anda?
Saya sangat suka seni, kalau soal pelajaran saya sangat rendah. Sekolah Menengah Pertama (SMP) saja saya tidak lulus dan juga karena faktor biaya dari keluarga yang kurang mendukung.

Berarti Anda otodidak dalam membuat patung? Tidak belajar melalui les-les membuat patung?
Ya, saya belajar sendiri. Jangankan untuk les membuat patung, untuk belajar saja saya putus tengah jalan (tertawa).

Apa yang prinsip dasar Anda dalam berbisnis di dunia budaya?
Orang pintar itu belajar dari buku bukan belajar dari hati ke hati.

Sejak kapan usaha Anda dikenal oleh orang banyak?
Sejak tahun 2002. Itu juga ada pihak dorongan oleh teman saya untuk membuat sebuah PT. karena saat itu sudah mulai banyak pesanan datang, sampai "bule-bule" banyak yang memesan patung pada saya dan akhirnya diterima, dan jadi sekarang ini.

Dengar-dengar usaha Anda sampai ke Bali?
Karena otonomi. Awalnya saya di Bali, sebelum saya ke sini saya di Bali. Di Bali saya masih berstatus pengrajin, bukan pengusaha pengrajin. Sekarang saya alhamdulillah sudah menjadi pengusaha pengrajin. Tetapi yang di Bali masih di buka, saya punya anak buah di sana.

Pernah ada pesaing dalam menjadi pengusaha?
Setiap usaha apapun pasti ada pesaing, tinggal kita saja bagaimana menanggapinya. Kalau kita berusaha, ada niat dan meminta kepada Allah usaha apapun itu kita pasti ada jalannya tersendiri. Rejeki tiap orang mah sudah diatur.

Omet Anda perbulan?
Sekitar seratus juta. Lumayan cukup untuk membiayai keluarga dan keperluan sehari-hari. Itu belum termasuk di Bali, hanya yang di sini.

Hambatan apa saja yang Anda hadapi dalam menjadi pengusaha?
Hambatan ada, seperti telatnya kayu yang dipesan, padahal kayu dipesan sudah hampir batas waktu. Seperti itu hambatan yang ada, tetapi tidak ada masalah untungnya.