Kuda Lumping, Inspirasi dalam Pekerjaan
oleh Galih Setiono

Teriknya matarahari siang bolong di daerah Jatinangor, Kabupaten Sumedang tidak mematahkan semangat dari lelaki paruh baya yang asyik bergoyang dengan alunan musik gamelannya. Sudiarjo namanya, lelaki yang selalu memakai pakaian tradisional Kuda Lumping ini tetap terlihat gagah meskipun sengatan matahari menerpa kulitnya.

“Saya melakukan pekerjaan ini sudah 26 tahun, sekitar awal 1983”, ujar lelaki berumur 67 tahun ini. Sudiarjo memiliki lima orang anak dan sudah berkeluarga, tetapi anaknya tidak penuh menanggung biaya hidupnya karena memiliki kebutuhan keluarganya masing-masing. Ia mengaku tidak punya modal untuk membuka usaha sendiri. “Sawah saja ndak punya. Ya pekerjaan seperti ini yang cocok dengan saya”, ujarnya.

Sudiarjo lahir di Cilacap, ia mengadu nasib bersama istrinya di Jatinangor. Lelaki berkulit hitam ini sangat menyukai kesenian Kuda Lumping, oleh karena itu, ia berpakaian layaknya pemain Kuda Lumping untuk menarik perhatian dan rasa iba pada orang yang berlalu-lalang di depannya. “Saya sangat suka dengan Kuda Lumping, makanya saya berpakaian seperti ini dalam mencari uang”, sahutnya.

Pakaian yang dipakai oleh Sudiarjo dibuat oleh istrinya. Kain-kain bekas ia peroleh dari barang yang tidak dipakai untuk dijadikan baju. Penghasilan Sudiarjo sekitar Rp 20ribu sampai Rp 40ribu perhari. Ia mengaku, uang dari hasil pekerjaannya cukup untuk kehidupan sehari-hari beserta istrinya.

Apa Itu Kuda Lumping?
Kuda Lumping adalah seni yang menggunakan kuda-kudaan. Dulu, kuda-kudaan tersebut dibuat dari bilik (anyaman bambu). Menggunakan bahan bilik karena bahan tersebut mudah dikibas-kibaskan untuk memunculkan gerakan meliuk-liuk seperti halnya seekor kuda yang tengah menari.

Seni diiringi oleh musik gamelan dan terkadang oleh musik kendang pencak. Kuda-kudaan tersebut dikenakan oleh seorang pemain di mana prakteknya tak ubahnya dengan seseorang tengah menunggangi seekor kuda, Pemain tersebut menari dengan mngibas-ngibaskan kuda-kudaan dalam iringan musik.

Dipergelarkan di sebuah lapangan. Dalam pergelarannya, seni kuda lumping biasanya terdiri atas lebih dari dua orang pemain. Hal ini diupayakan agar tontonan bisa menarik perhatian, karena dengan diikuti lebih dari dua orang, keseragaman tarian terkadang menjadi salah satu daya tarik tampilan.

Dalam akhir pertunjukan, atau setelah para pemain merasa cukup menarikan kuda-kudaan tersebut, kerap diakhiri dengan pertunjukan atraktif yang mempertontonkan kekuatan. Terkadang, pertunjukan ini banyak menampilkan hal-hal magis, seperti pertunjukan mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Seni ini dipentaskan dalam perayaan khitanan.

Referensi: www.bandungtourism.com